Kasykul



M. Hasan Sanjuri
AKU TELAH MENCINTAIMU SECARA DIAM-DIAM

aku telah mencintaimu secara diam-diam
tanpa pesan singkat atau dering panggilan di telpon genggam

aku telah mencintaimu secara diam-diam
tanpa mawar atau ukiran wajah dari pualam

aku telah mencintaimu secara diam-diam
tanpa surat cinta atau titipan salam

aku telah mencintaimu secara diam-diam
dengan puisi yang sebentar lagi akan terkubur dalam-dalam

09 Juli 2009


M. Hasan Sanjuri

PENGEMBARAAN

seorang gadis pengembara telah datang kemari. bertanya tentang perjalanan melintasi ombak. tanpa perahu layar ataupun kepak sayap gagak. di matanya kulihat seribu tombak nasib meluncur. mencari-cari ruang gelap yang tersimpan di sudut goa. tanpa mentari. tanpa obor ataupun kerling kejora. dia menggigil. dia takut pada cahaya. takut pada kematian tanpa permintaan terakhir, karena hidup tidak selamanya seperti cerita di dalam dongeng. aku tidak berani bertanya seberapa besar cinta yang dia bawa, menjadi bekal melintasi benua.

senja tenggelam di matanya. selendang diikatkan pada tubuh padatnya. dihempaskan tubuhnya pada ombak. seakan putri duyung menyulam gelombang dengan kesedihannya.

barangkali aku takkan pernah lagi bercerita tentang perjalanan ini, roda-roda dokar merapatkan kenangan pada kerinduan. tamparan angin pada daun gugur menusuk-nusuk sudut halus di hatiku. jalan-jalan beraspal itu basah. pecahan-pecahan kaca berlumuran darah. pertarungan siapakah yang akan diceritakan lagi di sini?

asmara pecah menjadi abu. rindu basah menjadi embun. dan segenggam kepiluan mengantarku pada sebuah negeri penuh dusta. tiba-tiba hatiku menjadi sunyi. mungkinkah pengembara itu tersesat, lalu kembali ke pangkuanku? ternyata dia masih bersembunyi di sudut goa. sedang menyusun sebuah gejolak dalam dada demi kemerdekaan sebuah bangsa?

Juni 2009



M. Hasan Sanjuri
Gadis Mesir

akankah kupu-kupu yang hinggap semalam di dinding kamarku menandakan kelahiranmu di tanah ini? tanah yang deras sungainya mengalir dari air mata dewi isis, lalu memancarkan gelombang ke sepanjang nadimu. tempat pertama kali ibu mengecup keningmu. sambil mencoba membaca bait-bait doa yang tersimpan dalam namamu.

masihkah kau terus bertanya dengan suara tangisan dalam telepon genggam itu? tentang kasih ibu yang terbagi? sementara di sepanjang malam kau masih saja menulis di buku harianmu “ke mana tangisku yang telah lama menganak sungai di puncak tursina?” akankah air matamu tetap mengalir, meniupkan gelombang sungai nil yang mengantar pelayaran rindu ke rumahmu?

layar-layar berkibar. tembang ummi kultsum mengalun ke bilik tidurmu. 94 piramida menyangga seribu kegelisahan di dadamu. “darah biru-darah biru, telah menetes dari tubuhku” teriak seorang gadis kecil membaca ukiranmu di atas batu. sedangkan aku masih saja termangu di jendela kayu. di rumah tua, tempat penginapan kita yang pertama.
Malam ini akankah datang seorang pembawa pesan padaku? membawakan kartu pos bergambarkan perahu kayu dan layar yang layu? dan di bawahnya ada sungai yang menyimpan badai dan gelombang.

Juni 2009

Dalam mitos Mesir, sungai Nil lahir dari air mata Dewi Isis yang tak berhenti menangis sepanjang tahun karena ditinggalkan oleh puteranya yang gugur dalam peperangan.

Sabtu, 10 Oktober 2009 di 07.31

3 Comments to "Kasykul"

Posted by Anonim ( 13 Oktober 2009 pukul 02.51 )

mantap!

Posted by Anonim ( 13 Oktober 2009 pukul 02.52 )

lagi donk...

SALAM SENI DAN BUDAYA KITA YANG DI LOMBOK


☻☻☻☺☺☺♥♥♥☺☺