Ramadhan in Campus
“kamu tidak pulang?”
tanyamu di penghujung pertemuan
ketika bel akhir tahun mengisaratkan perpisahan
kau dan aku lalu terdiam,
sambil melihat teman-teman mengucapkan salam
tak terasa, ada sungai mengalir di mataku
seperti hendak mengantar ribuan perahu
berlabuh di halaman rumahmu
(setelah bertahun-tahun, waktu membuat jarak antara kita
tiba-tiba terbayang akan wajahmu dalam tidurku
dan sederet bait-bait himne yang pernah kita lantunkan bersama, terngiang begitu jelas di telingaku)
lalu berlembar-lembar surat gagal kukirim
karena alamatmu telah lenyap ditelan sepi
dan kucoba menelponmu
tapi panggilan selalu gagal
lantaran nomor teleponmu telah kau ganti
sampai akhirnya, aku hanya mampu
menuliskan nama kecilmu dalam buku harianku
sambil menggambar sketsa wajahmu
yang mengabur dalam ingatanku
dan saat ini aku kembali mengeja
jejak kakimu yang tertinggal di persimpangan
sejenak aku berhenti di belakang asrama
memandang laut begitu luas terbentang
lambaian daun tembakau tak terbilang
tak ada sahutanmu di sana
mengajakku menulis puisi seperti dulu
mungkinkah kita tak kan bertemu lagi
kecuali hanya dalam mimpi?
terkadang kita membutuhkan pertengkaran-pertengkaran kecil
sekedar ‘tuk membuktikan bahwa kita saling mencintai
semua itu kita ciptakan demi mengisi lembar kenangan
yang telah lama kita tinggalkan
“kamu tidak pulang?”
bunyi kalimat yang kutulis di pintu kamarku
biarkanlah kalimat itu abadi di sana
sebagai bukti bahwa aku selalu merindukanmu
tak terasa, ada sungai mengalir di mataku
seperti hendak mengantar ribuan perahu
berlabuh di halaman asramaku
2005-2006
1 Comment to "KAMPUS DAMAI"